Habis Galau Terbitlah santri - Lomba Menulis Cerpen Santri


Habis Galau Terbitlah santri

  Detik merangkai menit. menitpun berlalu menyulam jam.jam bergeser beranjak menyusun hari.hari merangkak temui bulan.bulan berlaju pada tahun.namun tidak ada perubahan dalam setiap tindakan.

Degup lantang serukan kejenuhan, kerapuhan akan semua yang ada yang tidak masuk dalam hati apa lagi mengarungi, yang ada semua tertahan tanpa ke ikhlasan.
            Kebebasan terbayang, kesenagan tergambar akan tidak adanya peraturan. Namun apalah daya. Semua itu ada karna nama kita santri yang semunya serba mengantri dan mengundurkan diri menjadi nama artis terkini.

     Tek..tek..tek...tek…(bunyi tongkat semapur) “ayo mbk,,,ayo mbak’e bangun..bangun..  sholat tahajut mbk ….” waktu nya pengurus membangunkan para santri yang tidur, yah memang itu bunyi bel khas dari pondokku, Ketika terdengar suara ketok kan semapur pada jam 03.15, para santri pun bangun dari tidurnya.. mata yang  masih mengantuk  menengok jam yang terpasang di depan kamarku, tepatnya di atas mading komplek ku. Walaupun mata ini masih mengantuk dan masih ingin terpejam beberapa saat lagi, dengan sangat terpaksa ku paksa mata ini untuk terbuka dan mencoba untuk bangun dari tidur nyenyak tadi malam, ku mencoba bersandar pada salah satu sudut tembok di kamarku, rasa kantuk tak dapat ku elakkan, kucoba tidur lagi dengan posisi duduk.
   saat mata mulai terpejam lagi terdengar suara tek... tek... tek...tek..(bunyi tongkat semapur) lagi lantang salah satu seorang pengurus tegas, semua santri biasa menyebutnya neng wulandari. Salah seorang pengurus yang menjadi pengurus bagian komplek ku, yaitu komplek fatimah , ketika suara semakin dekat kupaksa tubuh ini berdiri sambil berjalan keluar kamar, bukan hanya aku tetapi semua santri yang ada di kamarku juga berlari keluar kamar.
Kuberjalan menuju ke tempat keran wudhu di kamar mandi, yang ternyata disitu telah banyak santri yang melakukan kesibukannya sendiri-sendiri, ada yang tidur sambil jongkok bersandar pada tembok, dan ada yang sedang wudhu, dan ada pula yang lagi mandi.
            Di ujung Mushola perlahan-lahan mulai Terdengar lantunan sholawat dari speaker mushola lantunan sholawat annuwar pertanda jamaah sholat malam akan dilaksanakan .

Byuurrr….Byuuurrr…seketika sekujur tubuhku yang gemuk ini dingin membeku, keselahan apa lagi yang telah ku perbuat hingga neng wulandari menyiram ku dengan setimba air. Lagi-lagi ku tertidur dengan jongkok dan bersandar di tembok depan kamar mandi hingga sholat jamaah subuh usai.
“Kapan kamu bisa berubah fiqoh…kapan…?? Kapan kamu tidak males lagi dan lagi.. ??? apa selamanya kamu menjadi santri yang selalu telat mengaji di hukum pak yai !!!!!”
perdebatan hati fiqoh yang memaki –maki dirnya sendiri.
            Di dalam ruang pengurus ku mencoba menuangkan segala isi hatiku kepada neng wulandari. Namun lagi-lagi menatap matanya ku sudah takut, namun suaranya yang lembut membuatku yakin tidak akan disiram air lagi.
Sederet buku dan tata tertib pondok tergambar jelas di ruangan itu, neng wulandari melempar senyum seperti senyum ibu ke putrinya yang lagi ketakutan karena memecahkan piring.
“fiqoh,, sampai kapan kamu ingin disiram air terus.. menerus” kata neng wulan mengawali pembicaraan sambil tersenyum
“ku ingin berubah neng wulan” perlahan gumpalan mendung di mataku mulai tak tertahan
“lihat ibu kamu dirumah, rela berjualan rujak dan makan makanan, membantu ayahmu mencari nafkah,, tapi apa kamu di pondok masih belum ada perubahan sama sekali fiqoh??”
Fiqoh hanya terdiam sambil mengusap air matanya  teringat pelanggaran-pelanggaran yang sering di lakukan..
“kamu yang dituguh ayah ibu kamu  , yang diharapkan-harapkan kedatanganya pulang membawa bekal lmu ilmu yang didapat dari pondok, tidakpeduli keringat bercucuran , semua yang mereka lakukan tidak lain hanya ingin melihat anaknya pintar”
Kata-kata motivasi dari neng wulandari menyiram segala penat kegalauan, ke bimbangan, mendobrak perubahan, membakar kemalasan.
Mulai dari itu ku mencoba hapus semua rasa yang sering membuatku menunda-nunda kegiatan pondok.
“walah,,,, walah,,, rek,,, fiqoh lo tumben rajin banget, kesambet apa tadi kamu fiqoh” ledek teman-teman , ku yang biasanya mudah terpancing dan marah menampar mereka semua, kini semua ku redamm,,, ku ingat kata-kata neng wulan orang tua dirumah banting tulang. Tidak ku hiraukan mereka.

Usai jamaah subuh ku berusaha membuka menela’ah kembali kitab tafsir jalalain, yang biasanya hanya ku buat bantal.
“wih… Ada anak sok pinter belajar sekarang,,,woiii,,,lihat tuh ada anak yang sok pinter, padahal kalau disuruh baca tidak perna bisa”
Anak satu komplek keluar dan memperhatikan  fiqoh mendengar suara mengelegar ratnadwi yang mengejek fiqoh.
“ya allah kenapa orang yang mau berubah selalu ada yang mengejek??” jerit galau hati fiqoh
Neng wulandari pun datang dan menepuk tangan,,,plok,,plok,,plok,,, plok,,
“seharusnya kita semua bangga dengan teman kita yang mau berubah dan berusaha menjadi yang lebih baik dari sebelumnya”
Ratnadwi tertunduk malu dan takut.
“dari pada orang yang berhenti dari kejelekanya, tidak mau mmeperbaiki kesalahanya, dari sinilah kegalauan menerbitkan santri idaman”
Semunya tersenyumm mendengar kata kata neng wulandari.
 “ ayo,,ayo,,, ratna mintak maaf sana sama fiqoh” pinta neng wulandari
“ tidak mau neng”  jawab ratnadwi sengit
Neng wulandari yang tidak kehabisan akal, memutar cara agar semuanya kembali damai.
“Jika didalam suatu tempat atau pun majelis ilmu yang , orang itu tidak akan di ampuni dosanya sebelum bejabat tangan dan saling memaafkan”
 Fiqoh yang terlebih dulu melayangkan tangan dan memintak maaf, ratna meraih dan memintak maaf juga ke fiqoh. Keduanya pun tersenyum dan berpelukan kembali.

            Jungkir balik dunia pesantren jika di angan-angan akan berbuah senyuman, jika dirasakan akan jatuh kebaikan jika semua saling bisa memaafkan dan mengrti satu sama lain.
           
            Semua itu telah di lewati Fiqoh, ia membuktikan perubahanya dengan rajin mengikuti kegiatan pondok, dan berusaha bertanya apa yang belum ia bisa, mempelajari kembali sebelum mengaji.
Meski berprestasi menjadi PR nya selama ini, namun proses yang ia hadapi lebih ia pilih dari pada menunggu bintang itu jatuh.

“Fiqoh tidak bisa pulang bu, karena dua hari lagi sudah ujian Nasional, ibu sakit apa?”
Pembicaraan fiqoh lewat telfon genggam pesantren
“ibuk hanya sakit biasa nak, ibuk gak papa kamu fokus dulu dengan ngaji dan sekolahmu”

Fiqoh yang tidak memiliki firasat apapun dipesantren, lima hari berjalan, fiqoh dapat kabar bahwa ibuknya meninggal bersamaan ia memperoleh juara bintang pelajar pertama kalinya yang akan ia berikan pada sang ibunda tercinta.

            Namun apalah daya takdir berkata lain, fiqoh yang belum bisa menerima kenyataan tidak mau kembali kepesantren, ia ingin menghabiskan waktu dengan menemani ayahnya dirumah.
            Neng wulandari kembali datang memasuki ruang hati fiqoh, menghibur dan mencoba kembali fiqoh bermain dan berenang di ilmu pesantren.

“Fiqoh, ayah kamu masih ingin sekali melihat anaknya berprestasi dan menjadi santri”

“cukup, kesedihanmu kamu ganti dengan rajin mengaji, agar ibu kamu juga tersenyum membawa bintang untukmu di surga”

Fiqah kembali tersenyummmmm………
Mendengar kata-kata neng wulan.
“ibu fiqoh kembali lagi kepesantren karena ibu ingin fiqoh menjadi santri yang bisa mengaji” guman hati fiqoh menghibur dirinya untuk kembali


Ahlan wa sahlan ………………………………………… fiqoh………………………
Sambutan serentak dari teman-teman menyambut kedatangan fiqoh di pesantren.

Kesedihan datang tanpa di undang, kebahagian hiilang tanpa di serukan, hanya tempat pesantren lah yang bisa menghibur keadaan ruang, senyum tawa, canda kini kembali dengan belajar bersam-sama dalam mengaji.
           


           


Komentar

Posting Komentar